SERANG – Pemprov Banten telah menyiapkan sebanyak 10 ribu dosis vaksin Lumpy skin disease (LSD). Hal itu dilakukan untuk menangani penyebaran penyakit pada hewan ternak seperti sapi dan kerbau. Vaksin rencananya akan tiba pada pekan ini.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten, Agus M Tauchid mengatakan, bahwa saat ini pihaknya fokus untuk menangani kasus LSD di Provinsi Banten. Bahkan 10 ribu dosis vaksin LSD disiapkan untuk menangani penyebaran penyakit pada hewan ternak tersebut. “Pada akhir Mei ini turun minimal 10 ribu vaksin. Itu adalah siap siaga pemerintah,” katanya, Minggu (28/5).
Ia menjelaskan, penyakit LSD dapat menular dari satu ekor sapi ke sapi lainnya, penyakit itu menimbulkan badan sapi menjadi berbenjol dan berlubang, bahkan bisa menyebabkan kematian.”Untuk vaksinnya dalam proses koordinasi dengan Pemerintah Pusat,” ujarnya.
Ia menuturkan, saat ini ditemukan sebanyak 303 kasus penyakit LSD pada sapi di Kabupaten Tangerang. Secara garis besar ratusan ekor sapi tersebut telah sembuh. “Semua ada di daerah Tangerang tersebar di 16 Kecamatan. Dari 303 kasus, dua ekor dipotong, satu ekor mati, dan lainnya sudah penyembuhan,” terangnya.
Menurut Agus, kasus LSD di Provinsi Banten hanya terjadi di beberapa wilayah. Sehingga penanganannya belum seeperti kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).”LSD belum merupakan endemis masal hanya lokal dan cukup ditangani oleh dinas, dan terbukti 303 ekor bisa disembuhkan dengan cepat,” tuturnya.
Meski begitu, ia meminta kepada petugas peternakan untuk meningkatkan pengawasan terhadap kebersihan kandang dan hewan agar bisa menghindari penyebaran virus di peternakan.”Penyakit ini kan melalui lalat karena kandangnya yang tidak bersih, makanya saya minta peternak juga rajin untuk membersihkan kandang miliknya,” ungkapnya.
Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Distan Provinsi Banten, Ari Mardiana mengatakan, sapi yang terkena penyakit LSD tersebut secara kasat mata akan terlihat benjolan di kulit hewan, layaknya terkena cacar. Namun penyakit tersebut tidak bersifat zoonosis atau menular dari hewan ke manusia, dan masih layak untuk dikonsumsi oleh manusia. “Sapi itu masih bisa dikonsumsi, tapi kan dengan kondisi seperti itu dan kualitasnya juga berkurang orang yang mau mengkonsumsi pun pastinya berfikir dua kali. Terus kalau mau memanfaatkan kulitnya dengan kondisi itu pun juga pasti tidak mau,” katanya.
Reporter: Syrojul Umam
Editor: Andy Suhandy