SERANG, BANTENEKSPRES.CO.ID – Fraksi Gerindra DPRD Banten mengkritisi terkait serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten yang masih rendah.
Fraksi itu menyatakan bahwa hal itu menjadi gambaran bahwa Pemprov Banten sedang kacau atau berantakan.
Hal itu diungkapkan Anggota Fraksi Gerindra, DPRD Banten Muhammad Nizar dalam Diskusi Publik terkait Serapan Anggaran Rendah: Apa Dampak dan Resolusinya di Gedung serbaguna DPRD Banten, Selasa (8/8).
Diskusi tersebut, mengundang Akademisi Untirta Firdaus, Akademisi UIN SMH Banten M. Zainor Ridho, dan tokoh masyarakat Banten M Ali Yahya, dan diikuti para aktivis Banten.
Nizar mengatakan, APBD Provinsi Banten 2023 sudah disepakati kurang lebih sebanyak Rp12 triliun, namun hingga 30 Juli 2023 serapan belanja hanya 45 persen dari 65 persen anggaran yang tersedia.
“Per 31 Juli, pendapatan 65 persen, serapan anggaran 45 persen, ini menjadi pertanyaan kita semua. Kan mengelola pemerintahan ga begitu, sudah ada targetnya masing-masing, jadi dia bukan perusahaan,” ujarnya.
Nizar yang merupakan Ketua Komisi IV DPRD Banten ini mengaku, serapan 45 persen paling banyak untuk belanja pegawai dan operasional, bukan program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“45 persen setelah melakukan konsolidasi dengan OPD ternyata belanja pegawai, separuhnya lagi operasional belanja rutin, kebutuhan kantor, belanja listrik,” terangnya.
Ia menyebutkan, dari dua OPD yang menjadi mitra Komisi IV yakni DPUPR dan Perkim, serapannya cukup rendah.
Yakni anggaran Rp1,1 triliun di DPUPR Banten, itu yang terserap baru 16,5 persen atau baru sekitar Rp184 miliar.
“Dari total serapan DPUPR itu untuk pembangunan Rp148 miliar, Rp54 miliar membayar operasional, sisanya pemeliharaan rutin, konsultan. Kemudian Perkim Rp521 miliar serapan hanya 2,85 persen yang terserap hanya Rp14 miliar,” terangnya.
Dengan kondisi tersebut, Nizar menyebut Silpa atau sisa anggaran yang direncanakan, sebab pelaksanaannya belum dilaksanakan, tapi siasat untuk membuat anggaran tersisa itu sudah dilaksanakan.
“Kan begini Silpa itu adalah sisa anggaran dalam penyerapan, yang tersisa karena tidak bisa dilaksanakan. Misalkan ada program A, ada anggaran berlebih, kemudian kalau tidak terserap kan menjadi Silpa,” ungkapnya.
Dengan kondisi itu, maka ia menuturkan bahwa kondisi pemerintahan di Pemprov Banten sedang tidak baik-baik saja.
Hal itu dibuktikan dengan serapan belanja yang rendah dan tentunya akan menghambat pembangunan di Provinsi Banten.
“Kalau Pj Gubernur bilang pemerintahan jalan, hari ini saya nyatakan pemprov Banten tidak baik-baik saja,” ungkapnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Banten, M Ali Yahya mengatakan, serapan belanja yang rendah akan berpengaruh terhadap pembangunan di Provinsi Banten.
Maka dari itu, ia meminta kepada DPRD Banten untuk memanggil Pj Gubernur Banten dan jajarannya untuk dimintai penjelasan dan evaluasi.
“Saya sampaikan DPRD bisa gak panggil gubernur dan perangkatnya, sebagai evaluasi,” katanya.
Menurut dia, pembangunan saat ini jauh dari kata resolusi, bahkan tidak lebih dari dari kepemimpinan Gubernur Banten sebelumnya yakni Wahidin Halim.
“Jauh kalau Wahidin ada 51 prestasi jelas, dan itu saya sampaikan dalam rapat paripurna DPRD dalam ulang tahun,” ungkapnya.
Reporter: Syirojul Umam
Editor: Sutanto Ibnu Omo