SERANG, BANTENEKSPRES.CO.ID – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Serang mencatat ada 50 kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam rentang waktu Januari hingga September 2023. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir tahun.
“Dari awal tahun sampai bulan September ini sudah 50-an kekerasan terhadap anak. Ini didominasi oleh kekerasan seksual terhadap anak. Perlu dukungan kita semua, terutama dari keluarga,” kata Kepala DP3AKB Kota Serang, Anthon Gunawan kepada Banten Ekspres, Selasa (5/9/2023).
Anthon menjelaskan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Serang sudah cukup tinggi, ia khawatir angka tersebut terus bertambah hingga akhir tahun.
“Bulan September saja sudah 50. Padahal kemarin tahun 2022 sampai akhir tahun hanya 65 kasus, sekarang mau sampai bulan Desember ini hampir sudah mendekati angka yang kemarin,” jelasnya.
Anthon mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak seperti rantai yang tidak pernah putus.
Untuk menekan angka kekerasan seksual terhadap anak tersebut, kata Anthon, pihaknya mulai masif mensosialisasikan tentang bahaya dari kekerasan terhadap anak di sekolah-sekolah. Karena, menurutnya banyak juga kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah.
“Intinya bahwa kita bergerak terus untuk edukasi ke sekolah-sekolah, kepada orangtua wali terkait kasus yang ada ini. Jadi kalau ke sekolah kita mudah-mudahan bisa menghentikan rantai kasus (kekerasan seksual terhadap anak) terutama sekolah ini banyak korban anak laki-laki di SD dan SMP yang sodomi,” ujarnya.
Anthon menuturkan, korban dari kekerasan seksual tersebut sudah ditangani medis, psikiater, dan disediakan rumah aman oleh pihaknya.
“Rata-rata ke rumah aman ini mereka hanya satu hari saja. Intinya bahwa di rumah itu kondusif, dan kita pantau itu. Yang merasa aman di rumah tetap kita pantau, apabila yang merasa di rumah tidak aman maka kita akan hubungi keluarga dam kita jemput kembali,” tuturnya.
Sementara itu, Aktivis Lingkar Studi Feminis Kota Serang, Atu Fauziah menjelaskan, salah satu faktor marak terjadinya kasus kekerasan terhadap anak adalah akibat kurangnya pengawasan orang tua dan keluarga.
“Kerap kali kita abai pada sikap dan perilaku anak yang beda. Kedua, tidak adanya efek jera pada pelaku. Ini bisa dilihat dari banyaknya kasus kekerasan seksual hanya berapa kasus yang dibawa ke jalur hukum, sisanya diselesaikan dengan kekeluargaan,” katanya.
Hal tersebut, lanjut Atu, sama sekali tidak membuat pelaku jera, malah bisa jadi kejahatan kekerasan seksual akan berulang kembali.
Tidak hanya itu, kurangnya pendidikan seksual pada anak juga menjadi faktor pendukung maraknya kekerasan seksual. Seharusnya, anak sedini mungkin diberikan pendidikan seksual untuk memberikan pemahaman pada anak bahwa ada organ tubuh yg seharusnya tidak boleh disentuh oleh orang lain.
“Berikan pemahaman pada anak bahwa mereka boleh menolak sentuhan atau pun perilaku yang membuat mereka tidak nyaman. Karena sering kali anak tidak mengetahui kalau perilaku pelaku pada korban itu aktivitas seksual tidak seharusnya dilakukan,” katanya.
Dalam hal ini, pemerintah harus mengambil peran dalam penanganan dan pengentasan kasus kekerasan seksual di Kota Serang. Seperti melakukan penyuluhan pada anak-anak di sekolah tentang bahayanya kejahatan kekerasan seksual dan memberikan pendidikan seks.
“Berikan pemahaman soal organ sensitif apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Memberikan penanganan baik secara hukum maupun penanganan psikologis pada korban. Seharusnya pemerintah dan dinas terkait tidak hanya menangani problem ini tetapi juga mencegahnya,” ucapnya.
Reporter: Dani Mukarom
Editor: Sutanto Ibnu Omo