“TBM ini dibuat oleh warga dan dibangun di tengah lingkungan warga. Bisa di pos kamling, musala, TK, Paud, bekas kandang ayam dan di rumah-rumah warga. TBM ini terbuka untuk umum dan dikelola oleh masyarakat,” ungkapnya.
Menurutnya, kesadaran masyarakat untuk mendirikan TBM cukup besar, meski berjalan lamban. Sebab, TBM dibuat dan dikelola oleh masyarakat. “Memang, kalau bicara idealnya, seharusnya setiap RW memiliki satu TBM,” tuturnya.
Herlina mengaku, TBM bersifat nonprofit dan dikelola atas swadaya masyarakat maupun pribadi. TBM didirikan oleh warga yang sadar akan pentingnya literasi bagi masyarakat dan dunia pendidikan.
“TBM ini sifatnya nonprofit, sehingga semua adalah kekuatan dari pengelolanya. TBM ada pengurusnya, mereka ujung tombak merangkap ujung tombok,” katanya.
Wanita ramah ini mengaku, pengelolaan TBM yang baik dapat menghindarkan TBM tersebut dari mati suri. “Apalagi, biaya pengelolaan TBM itu dilakukan atas swadaya dibebankan kepada pengelola masyarakat itu sendiri,” tutupnya.
Reporter: Tri Budi Sulaksono