Justru draf revisi UU Penyiaran memuat aturan serupa, sebagaimana dimuat dalam Pasal 50B ayat 2 huruf k, dilarang membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.
Ini bisa berakibat hilangnya lapangan kerja bagi para pekerja kreatif seperti konten kreator atau penggiat media sosial,” ujar Hendrik.
Pada Pasal 51 huruf E Selain Pasal 8A huruf (q) dan pasal 42 ayat 2, Pasal 51 huruf E juga tumpang tindih dengan UU Pers. Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan usai sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI.
“Ini juga bertentangan dengan UU Pers, sehingga kami meminta RUU ini dihentikan,” tegasnya.
Dalam aksi tersebut para jurnalis dan mahasiswa Tangerang menuntut empat poin yang harus dipenuhi, yaitu, DPR RI menghentikan RUU Penyiaran. Kemudian DPR harus melibatkan insan pers karena sebagai garda terdepan untuk masyarakat.