BANTENEKSPRES.CO.ID – Bethsaida Hospital Serang telah memiliki tim medis yang dilengkapi dengan fasilitas canggih dan mumpuni untuk mendeteksi dini preeklampsia dan memberikan penanganan cepat bagi ibu hamil dengan risiko tinggi.
Dr. Tirtamulya Juandy, Direktur Bethsaida Hospital Serang mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk memberikan layanan kesehatan terbaik, terutama dalam menangani komplikasi kehamilan seperti preeklampsia.
“Kami terus meningkatkan kualitas layanan untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan kesehatan ibu dan bayi di wilayah ini,” katanya, Kamis (12/9/2024).
Ia menjelaskan, pencegahan dan penanganan Preeklampsia dilakukan melalui pendekatan komprehensif, mulai dari pencegahan primer, sekunder, hingga tersier.
Di Bethsaida Hospital Serang, ibu hamil dengan risiko preeklampsia dipantau secara ketat oleh tim dokter spesialis, memastikan kondisi mereka tetap stabil dan terhindar dari komplikasi serius.
“Kami mendorong ibu hamil untuk menjalani pemeriksaan secara rutin selama kehamilan, terutama jika memiliki faktor risiko preeklampsia,” ujarnya.
Sementara itu, dokter spesialis kandungan di Bethsaida Hospital Serang, dr. Agustinus Darmawan menuturkan bahwa salah satu penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah preeklampsia, di mana suatu kondisi yang perlu perhatian serius dalam kehamilan.
“Preeklampsia merupakan kondisi spesifik kehamilan yang dapat mengancam nyawa ibu dan bayi. Dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat, risiko komplikasi dapat ditekan secara signifikan,” terangnya.
Menurut Agustinus, Preeklampsia adalah kondisi yang ditandai dengan adanya hipertensi spesifik pada kehamilan, disertai gangguan pada organ lainnya. Kondisi ini biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Tanda umum preeklampsia meliputi hipertensi, proteinuria, dan dalam kasus berat, bisa menyebabkan disfungsi organ yang serius.
Faktor Risiko Preeklampsia
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya preeklampsia meliputi:
• Usia kandungan Ibu diatas 35 tahun
• Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
• Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
• Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
• Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
• Kehamilan multiple
• IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
• Hipertensi kronik
• Penyakit ginjal
• Penyakit autoimun
• Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
• Obesitas sebelum hamil
Lebih lanjut, ia memaparkan diagnosis Preeklampsia secara umum, di mana Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan/ diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut.
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu trombositopenia, gangguan ginjal berupa peningkatan kreatinin serum , gangguan liver, nyeri di daerah epigastrik/ regio kanan atas abdomen, edema paru, didapatkan gejala neurologis serta gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta.
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.
“Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit kardiovaskuler, 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang. Sedangkan risiko kematian pada wanita dengan riwayat preeklampsia lebih tinggi termasuk yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular,” paparnya. (*)
Reporter: Syirojul Umam