Budaya Baduy, Tarian Kembang Kendeng Kanekes Warnai Festival Payung Indonesia 2024 di Solo

Budaya Baduy, Tarian Kembang Kendeng Kanekes Warnai Festival Payung Indonesia 2024 di Solo
Tarian Kembang Kendeng Kanekes Tampil di Festival Payung Indonesia 2024 di Taman Balekambang Kota Solo, Jateng. (Credit : Asep Sunaryo/Banten Ekspres)

TANGERANG — Sanggar Sanggita Kencana Budaya sukses menampilkan tarian bertajuk Kembang Kendeng Kanekes di ajang Festival Payung Indonesia 2024 di Taman Balekambang, Kota Solo, Jawa Tengah.

Tarian yang terinspirasi dari budaya Suku Baduy Provinsi Banten ini terbilang unik dibandingkan tarian yang dibawakan peserta lainnya.

Bacaan Lainnya

Pimpinan Sanggar Sanggita Kencana Budaya Vita Valeska mengungkapkan, penampilan tarian bertajuk Kembang Kendeng Kanekes di ajang Festival Payung Indonesia 2024 yang digelar dari tanggal 6 sampai 8 September di Taman Balekambang Kota Solo, Jawa Tengah berjalan lancar.

Budaya Baduy, Tarian Kembang Kendeng Kanekes Warnai Festival Payung Indonesia 2024 di Solo
15 Penari Kembang Kendeng Kanekes

Ada 15 penari termasuk dirinya yang menampilkan keindahan setiap gerakan, diiringi alunan musik yang selaras dengan gerakan tarian tersebut.

Menurut Kak Vita, sapaan akrabnya, tarian Kembang Kendeng Kanekes ini terinspirasi dari kehidupan atau keseharian para gadis-gadis atau perempuan di Lebak, yang fokusnya pada keseharian warga di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, yakni warga Suku Baduy Dalam dan Baduy luar.

“Karya tari ini menceritakan kehidupan sehari-hari anak perempuan dari suku Badui, sebuah masyarakat adat yang hidup di pedalaman Banten dengan kesehariannya yang sederhana, penuh kedamaian, dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun dalam budaya Baduy,” ujarnya, Kamis (12/9/2024)

Lanjut Kak Vita, dalam Festival Payung Indonesia 2024 ini, memang mengharuskan para penari yang tampil menggunakan payung. Namun, dalam masyarakat suku Baduy memang tidak memakai payung dan hanya memakai Dudukuy, sejenis topi tapi dengan bentuk agak lebar. Menurutnya, topi ini biasa dipakai untuk melindungi diri saat hujan.

“Jika tidak bawa Dudukuy, biasanya warga Baduy pakai daun pisang, atau hujan-hujanan,” jelasnya.

Maka kata Kak Vita, dalam tarian Kembang Kendeng Kanekes, para penari memakai Dudukuy.

“Diibaratkan, tubuh kita yang memakai dudukuy itu seperti payung. Sesuai salah satu arti payung yakni untuj melindungi, jadi kami menunjukkan untuk melindungi dirinya dari apapun ya dengan dirinya sendiri. Artinya, pelindung terbaik adalah diri kita sendiri bukan alat,” jelasnya dengan arti mendalam.

Dalam satu sesi tarian, Kak Vita selaku koreografer sekaligus pelatih di sanggar Sanggita Kencana Budaya, turut tampil dalam menggunakan akar krep yang biasa dijadikan tas rajut khas suku Baduy, dikreasikan mirip seperti payung.

“Ada arti tersendiri dari payung dari akar krep itu, karena bentuknya tidak rapat seperti payunh pada umumnya. Artinya, kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun dalam budaya Baduy, rentan terkontaminasi budaya luar Baduy atau modernisasi,” terangnya.

Selain itu, para penari juga memakai kain khas baduy yang didesain secara apik dan orisinil, menjadi pakaian bagi para penari.

Kak vita juga berharap para penari dari sanggar Sanggita Kencana Budaya yang berdomisili di Kota Tangerang Selatan ini, dapat membangun jaringan, mengenal penari dari daerah lain, bertukar wawasan, dan semakin percaya diri setelah mengikuti event Festival Payung Indonesia, serta menjadi bekal untuk event-event selanjutnya hingga tingkat international.

“Harapan kami mengikuti event ini agar dapat menumbuhkan minat dan cinta budaya nusantara dalam diri anak didik kami di sanggar. Kemudian para penonton atau audiens festival dapat mengetahui dan mengenal budaya dari Banten, jadi mereka tidak hanya tahu budaya dari wilayah mereka saja,” tutupnya. (Sep)

Pos terkait