“Program Islah yang diinisiasi MUI ini menjadi tumpang tindih dengan program bantuan pendidikan yang sudah digulirkan selama ini oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, jadi menurut saya wajar pihak sekolah keberatan, apalagi sekolah negeri meskipun sudah ada instruksi dari dinas pendidikan,” ujarnya.
Dia menuturkan, sekolah negeri maupun swasta tidak dapat mengalokasikan dana BOS maupun BOSDA untuk kebutuhan kegiatan hari besar keagamaan seperti peringatan Maulid Nabi, kegiatan pesantren kilat pada momentum bulan Ramadhan dan kegiatan keagamaan lainnya. Oleh karenanya, pihak sekolah secara mandiri biasanya memungut dana untuk kegiatan tersebut melalui sumbangan sukarela dari siswa.
Dia melihat program Islah ini menjadi beban baik pihak sekolah maupun wali murid. “Meskipun seminggu Rp2 ribu per siswa, ini bakal menjadi beban siswa, beban orang tua murid khususnya bagi siswa dari keluarga gak mampu, nah sekolah juga terbebani dengan program ini,” tandasnya.