Bara menambahkan, pemerintah pusat juga harus bisa membedakan masalah nilai masing-masing daerah. Maksudnya harus ada perbedaan dan jangan di sama ratakan. Hal tersebut, untuk bisa mengetahui sejauh mana kompetensi siswa saat mereka berada di sekolah. Kalau di sama ratakan, maka tidak akan ketahuan proses belajar mengajar.
”Kita ambil contoh, misalnya DKI Jakarta dengan Papua kalau di sama ratakan maka nilai yang ada tidak akan terlihat. Kalau ada perbedaan, maka akan ketahuan dan akan ada pemetaan terhadap hasil belajar siswa. Apalagi UN penilaian langsung dari pusat, jadi sangat bagus jika di kembalikan lagi,” paparnya.
Ia menjelaskan, jika UN banyak mengatakan banyak siswa yang stres dan depresi karena mereka gagal UN itu kembali lagi kepada peran sekolah, orangtua dan siswanya, jika di bimbing dengan Baim dan benar maka tidak akan terjadi kasus misalnya siswa bunuh diri akibat gagal dalam UN dan itu harusnya tidak terjadi.
”Hilangnya UN akibat pemerintah pusat yakni Mentri Pendidikan pada saat pak Nadim Makarim melihat adanya kasus siswa bunuh diri karena depresi akibat UN. Kita harus liat dulu, kasusnya siswa tersebut depresi akibat apa. Mungkin saja ada masalah lain dan bertepatan dengan UN, jadi di kaitkan ke UN,”tutupnya. (ran)