Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Serang Sebut Pilkada Dipilih DPRD Jadi Pembahasan Menarik

BANTENEKSPRES.CO.ID – Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Serang Ahmad Muhibbin menyebut bahwa usul Presiden RI Prabowo Subianto tentang wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dipilih okeh DPRD kini menjadi pembahasan menarik.

Ia mengatakan, usulan presiden itu muncul lantaran Ketua Umum Partai Gerindra itu menyebut penyelenggaraan pilkada yang mahal.

Bacaan Lainnya

Bahkan berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 8 Juli 2024, anggaran Pilkada Serentak 2024 ditaksir lebih dari Rp 41 triliun.

“Apabila kita lihat dari sisi ekonomi masyarakat masih banyak masyarakat yang perlu bantuan dari pemerintah, apabila pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD maka dinilai akan lebih efisien, secara biaya yang besar yang digunakan untuk pesta demokrasi tersebut bisa dialokasikan kepada masyarakat yang membutuhkan,” katanya, Sabtu (14/12/2024).

Menurutnya, wacana perbaikan sistem pemilihan kepala daerah dinilai memberikan nilai positif bagi system politik di Indonesia. Seperti di Malaysia, Singapura dan India, bupati dan gubernur dipilih oleh DPRD setempat. Evaluasi sistem tersebut perlu dilakukan selama masih ada dalam koridor yang seharusnya.

Ada banyak cara untuk memperbaiki sistem pemilihan kepala daerah yang free and fair serta ada kontestasi politik yang free. Biaya politik yang besar itu salah satunya dikarenakan Penegakan Hukum yang tidak jalan sehingga terjadi money politik yang gila-gilaan.

“Selain itu apabila kita lihat dari sisi sosial budaya yang kita anut di Indonesia, masyarakat belum semuanya sadar akan pentingnya suara rakyat dalam kegiatan pesta demokrasi sehingga masih ada suara yang tidak terpakai dan tidak sedikit pula suara yang rusak dan tidak sah sehingga mengakibatkan golput,” ungkapnya.

Lebih lanjut, kata Muhibbin dengan ramainya diskusi-diskusi terkait pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh DPRD terdapat beberapa implikasi secara positif, seperti adanya penghematan anggaran pemilu.

“Kemudian meminimalisasi konflik horizontal di masyarakat akibat polarisasi politik serta mengurangi beban politik kepala daerah untuk berfokus pada populisme,” jelasnya.

Meski begitu, dari sisi implikasi negatif, demokrasi langsung tereduksi, dan suara rakyat tidak terwakili secara langsung, potensi politik uang dan lobi-lobi di DPRD meningkat serta kredibilitas kepala daerah dapat dipertanyakan, terutama jika ia terpilih melalui konsensus politik transaksional. (*)

Reporter: Syirojul Umam

Pos terkait