”Saya melihat ada sampah pembalut di TPA Jatiwaringin. Setelah saya pikir, jika kita gunakan pembalut sekali pakai, berapa banyak sampah pembalut wanita yang menjadi sampah. Sampah pembalut bisa juga menjadi sebuah masalah baru dalam kesehatan dan kebersihan lingkungan,” ujarnya kepada Banten Ekspres, Rabu (8/1).
Keysa mengatakan, dari situ dirinya mencoba melakukan sosialisasi kepada teman-teman di sekolahnya. Walaupun ada temannya yang tidak mau karena melihat kuno tetapi secara perlahan dirinya meyakinkan temannya, bahwa pembalut sekali pakai bisa menjadi ancaman dan juga bisa menjadi sebuah masalah baru setelah dipakai.
”Awalnya, teman saya mengatakan bahwa pembalut wanita dari kain kuno. Tetapi saya terus coba meyakinkan agar tidak sama-sama mengantisipasi masalah baru dari sampah pembalut sekali pakai. Dengan menggunakan pembalut dari kain, kita bisa mencegah terjadinya tumpukan sampah,”paparnya.