Cecep menilai hakim MK tidak teliti dan tidak cermat dalam menerapkan hukum berdasarkan pasal 158 UU Pilkada terkait ambang batas maksimal 0,5 persen suara. “Menurut kami dengan tegas menyatakan bahwa penerapan pasal tersebut sangatlah penting untuk dipertimbangkan. Karena perolehan suara tersebut telah dipilih secara murni dan tidak ada kejadian khusus di tempat pemungutan suara,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, permohonan pemohon juga tidak memenuhi syarat formil karena selisih perolehan suara di Pilkada 2024 dinilai cukup jauh yakni sebesar 40,34 persen.
“Dalam hal ini kami menduga bahwa putusan hakim MK memutus tidak berdasarkan hukum dan mengesampingkan pasal 158 tersebut. Hal itu menyebabkan dan merugikan paslon nomor urut 2 yang mendapat suara terbanyak,” katanya.
Cecep menuturkan, majelis hakim diduga tidak cermat dan telah melampaui batas wewenang dalam menyangkut perkara perselisihan pemilu dan menilai tidak ada kaitan dengan peran Mendes PDT.